1) Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang dibuat untuk menghormati roh nenek moyang. Daerah-daerah tempat ditemukannya menhir di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Bali.
2) Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu sehingga diperkirakan kehadiran sarkofagus sezaman dengan zaman megalithikum (zaman batu besar). Adanya sarkofagus ini menandakan kepercayaan pada waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur dalam peti mayat. Di daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3) Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang berbentuk meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang. Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di dalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang meninggal, di dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang dan gigi binatang, dan alat-alat dari besi
.4) Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.
5) Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.
6) Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden berundak-undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan yang berupa batu tersusun secara bertingkat-tingkat. Di tempat punden berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug (Banten Selatan) dan Ciamis (Jawa Barat)
7) Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia. Tempat ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan.
ZAMAN PERUNDAGIAN
Masa perundagian merupakan masa perubahan besar dalam hasil-hasil kebudayaan. Pada masa perundagian ini, manusia Indonesia telah banyak menciptakan hasil-hasil kebudayaan, terutama yang berwujud benda atau alatalat dengan teknologi tinggi. Pada masa perundagian ini, orang-orang Indonesia mengembangkan teknologi yang tinggi dalam mengolah sumber daya alam. Masa perundagian yang dibagi ke dalam tiga zaman yaitu zaman tembaga, zaman perunggu dan zaman besi. Tetapi telah kita ketahui bahwa di Asia Tenggara, khususnya Indonesia tidak dikenal adanya zaman tembaga. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya artefak-artefak yang dibuat dari tembaga.
Masa perundagian dibagi menjadi zaman perunggu dan zaman besi. Pada zaman perunggu, orang-orang Indonesia banyak menghasilkan benda atau alat-alat yang menggunakan teknologi tinggi. Berkembangnya teknologi pada zaman perunggu ini karena ditemukannnya penemuan-penemuan baru berupa teknik peleburan, pencampuran, penempaan dan pencetakan jenis-jenis logam. Di Indonesia zaman logam tersebut dikenal dengan zaman perunggu. Kepandaian untuk menggunakan barang-barang logam harus dikuti dengan kepandaian teknis tentang cara-cara pengerjaan bahan-bahan logam tersebut.
Perkembangan kebudayaan perunggu di Indonesia agak kemudian. Hal ini terbukti dengan adanya hasil penelitian arkeologis, bahwa penggunaan logam itu baru berkembang pada beberapa abad sebelum masehi. Menurut Von Heine Gudern pendukung kebudayaan perunggu datang ke Indonesia kurang lebih 500 tahun Sebelum Masehi. Sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang disebut Dentero Melayu atau Melayu Muda dan sebelumnya bangsa proto Melayu atau Melayu tua zaman Neolithikum.
Benda-benda perunggu itu ditemukan di Indonesia menunjukkan adanya persamaan dengan penemuan di Dongson, yakni mengenai bentuk dan ragam hiasnya. Dari kesamaan tersebut kemudian menimbulkan dugaan, bahwa dalam hal pengembangan budaya perunggu di Indonesia terdapat hubungan dengan di Dongson (Vietnam). Hal ini didukung oleh pendapat bahwa kebudayaanperunggu berasal dari daratan Asia yang disebut kebudayaan Dongson. Pada masa ini seni kerajinan muncul dalam bentuk perhiasan, benda-benda upacara, dan benda-benda keperluan sehari-hari. Bahan yang digunakan untuk kerajinan itu adalah batu, kulit, kerang, tanah liat, perunggu, besi, emas, dan kaca. Dari bahan-bahan yang berbeda itu, menunjukkan adanya perbedaan tingkat teknologi pembuatannya dan tingkat keterampilan pembuatannya. Semula teknologi pembuatan alat-alat keperluan sehari-hari tersebut dilakukan dengan cara pengurangan. Kemudian berkembang dengan teknologi penambahan dan percampuran, misalnya dalam pembuatan gerabah dan teknik tuang logam.
Jenis perhiasan yang dikenal pada masa itu adalah gelang, bandul kalung, dan manik-manik. Adapun benda-benda upacara berupa nekara, kapak perunggu, senjata besi, dan gerabah. Tentu saja benda-benda itu tidak hanya mempunyai fungsi estetis dan religius saja. Akan tetapi, juga dapat berfungsi praktis, seperti untuk alat tukar dan alat bantu kegiatan manusia sehari-hari.
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang dibuat untuk menghormati roh nenek moyang. Daerah-daerah tempat ditemukannya menhir di Indonesia, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan, dan Bali.
2) Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu sehingga diperkirakan kehadiran sarkofagus sezaman dengan zaman megalithikum (zaman batu besar). Adanya sarkofagus ini menandakan kepercayaan pada waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur dalam peti mayat. Di daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3) Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang berbentuk meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang. Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di dalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang meninggal, di dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang dan gigi binatang, dan alat-alat dari besi
.4) Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.
5) Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya sama seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.
6) Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah punden berundak-undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan yang berupa batu tersusun secara bertingkat-tingkat. Di tempat punden berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug (Banten Selatan) dan Ciamis (Jawa Barat)
7) Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia. Tempat ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan.
ZAMAN PERUNDAGIAN
Masa perundagian merupakan masa perubahan besar dalam hasil-hasil kebudayaan. Pada masa perundagian ini, manusia Indonesia telah banyak menciptakan hasil-hasil kebudayaan, terutama yang berwujud benda atau alatalat dengan teknologi tinggi. Pada masa perundagian ini, orang-orang Indonesia mengembangkan teknologi yang tinggi dalam mengolah sumber daya alam. Masa perundagian yang dibagi ke dalam tiga zaman yaitu zaman tembaga, zaman perunggu dan zaman besi. Tetapi telah kita ketahui bahwa di Asia Tenggara, khususnya Indonesia tidak dikenal adanya zaman tembaga. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya artefak-artefak yang dibuat dari tembaga.
Masa perundagian dibagi menjadi zaman perunggu dan zaman besi. Pada zaman perunggu, orang-orang Indonesia banyak menghasilkan benda atau alat-alat yang menggunakan teknologi tinggi. Berkembangnya teknologi pada zaman perunggu ini karena ditemukannnya penemuan-penemuan baru berupa teknik peleburan, pencampuran, penempaan dan pencetakan jenis-jenis logam. Di Indonesia zaman logam tersebut dikenal dengan zaman perunggu. Kepandaian untuk menggunakan barang-barang logam harus dikuti dengan kepandaian teknis tentang cara-cara pengerjaan bahan-bahan logam tersebut.
Perkembangan kebudayaan perunggu di Indonesia agak kemudian. Hal ini terbukti dengan adanya hasil penelitian arkeologis, bahwa penggunaan logam itu baru berkembang pada beberapa abad sebelum masehi. Menurut Von Heine Gudern pendukung kebudayaan perunggu datang ke Indonesia kurang lebih 500 tahun Sebelum Masehi. Sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang disebut Dentero Melayu atau Melayu Muda dan sebelumnya bangsa proto Melayu atau Melayu tua zaman Neolithikum.
Benda-benda perunggu itu ditemukan di Indonesia menunjukkan adanya persamaan dengan penemuan di Dongson, yakni mengenai bentuk dan ragam hiasnya. Dari kesamaan tersebut kemudian menimbulkan dugaan, bahwa dalam hal pengembangan budaya perunggu di Indonesia terdapat hubungan dengan di Dongson (Vietnam). Hal ini didukung oleh pendapat bahwa kebudayaanperunggu berasal dari daratan Asia yang disebut kebudayaan Dongson. Pada masa ini seni kerajinan muncul dalam bentuk perhiasan, benda-benda upacara, dan benda-benda keperluan sehari-hari. Bahan yang digunakan untuk kerajinan itu adalah batu, kulit, kerang, tanah liat, perunggu, besi, emas, dan kaca. Dari bahan-bahan yang berbeda itu, menunjukkan adanya perbedaan tingkat teknologi pembuatannya dan tingkat keterampilan pembuatannya. Semula teknologi pembuatan alat-alat keperluan sehari-hari tersebut dilakukan dengan cara pengurangan. Kemudian berkembang dengan teknologi penambahan dan percampuran, misalnya dalam pembuatan gerabah dan teknik tuang logam.
Jenis perhiasan yang dikenal pada masa itu adalah gelang, bandul kalung, dan manik-manik. Adapun benda-benda upacara berupa nekara, kapak perunggu, senjata besi, dan gerabah. Tentu saja benda-benda itu tidak hanya mempunyai fungsi estetis dan religius saja. Akan tetapi, juga dapat berfungsi praktis, seperti untuk alat tukar dan alat bantu kegiatan manusia sehari-hari.
Nekara sebagai hasil dari seni kerajinan, mempunyai
bentuk unik dengan pola hias yang kompleks. Bentuk nekara umumnya tersusun
dalam tiga bagian. Bagian atas terdiri dari bidang pukul datar dan bagian bahu
dengan pegangan. Bagian tengah merupakan merupakan silinder dan bagian bawah
berbentuk melebar. Pola hias yang terdapat di nekara ini pada umumnya berbentuk
pola hiasgeometrik dengan beberapa variasinya, misalnya pola hias tersusun,
pola hias lilin, dan pola hias topeng. Nekara perunggu yang berukuran kecil dan
ramping disebut moko atau mako.
Benda-benda perunggu lainnya yang termasuk dalam
seni kerajinan adalah kapak perunggu. Bentuk kapak ini bermcam-macam, seperti
jenis ekor burung seriti, jenis pahat bertangkai, dari Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Selayar, Bali, flores, Maluku, Timor-Timur sampai Irian Jaya. Di
antara semua temuan kapak itu terdapat kapak yang mempunyai pola hias yang
sangat indah. Pola hias yang terdapat dalam kapak yang ditemukan di Pulau Roti,
berbentuk topeng dengan tutup kepala yang menyerupai kipas. Begitu juga kapak
jenis candrasa yang ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
memiliki pola hias geometrik pilin, garis-garis, dan pola tangga.
Benda-benda perunggu itu ditemukan di Indonesia
menunjukkan adanya persamaan dengan penemuan di Dongson, yakni mengenai bentuk
dan ragam hiasnya. Dari kesamaan tersebut kemudian menimbulkan dugaan, bahwa
dalam hal pengembangan budaya perunggu di Indonesia terdapat hubungan dengan di
Dongson (Vietnam). Hal ini didukung oleh pendapat bahwa kebudayaan perunggu
berasal dari daratan Asia yang disebut kebudayaan Dongson.
Pada masa perundagian telah banyak hasil-hasil
kebudayaan yang bernilai tinggi. Hasil-hasil kebudayaan yang terdapat pada masa
ini berwujud ide atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial
maupun wujud kebendaan. Berbagai hasil-hasil kebudayaan yang diwujudkan ke
dalam tiga bentuk tersebut dapat kita temukan. Dari keseluruhan hasil-hasil
kebudayaan pada masa perundagian, sebagaian besar hasil-hasil tersebut berwujud
benda-benda berupa alat-alat. Sedikit sekali hasil kebudayaan pada masa ini
yang berwujud norma dan peraturan.
Banyaknya hasil-hasil kebudayaan masyarakat pada
masa perundagian berwujud benda yang terdiri dari berbagai macam alat-alat
disebabkan karena pada masa perundagian ini manusia telah mengenal teknologi
yang lebih bersifat modern dan memiliki keahlian untuk membuat alat-alat
tersebut. Pada masa perundagian kemahiran membuat alat-alat semakin berkembang
sebagai akibat terjadinya golongan-golongan dalam masyarakat yang bertugas
secara khusus membuat alat-alat. Pada masa perundagian, teknologi pembuatan
benda-benda makin meningkat, terutama setelah ditemukannya campuran antara
timah dan tembaga yang mengahasilkan logam perunggu.
Di Indonesia penggunaan logam perunggu mulai
digunakan beberapa abad sebelum masehi. Berdasarkan temuan-temuan arkeologik,
Indonesia hanya mengenal alat-alat yang dibuat dari perunggu dan besi.
Benda-benda perunggu yang ditemukan di Indonesia menunjukan persamaan dengan
temuan-temuan di Dongson (Vietnam), baik bentuk maupun pola hiasannya. Hal ini
menimbulkan dugaan tentang adanya hubungan budaya yang berkembang di Dongson
dengan di Indonesia.
Suatu kemahiran baru pada masa perundagian adalah
kepandaian menuangkan logam. Teknik melebur logam merupakan teknik yang tinggi,
karena pengetahuan semacam itu belum dikenal dalam masa sebelumnya. Logam harus
dipanaskan sehingga mencapai titik lebur, kemudian baru dicetak menajadi
bermacam-macam jenis pekakas atau benda lain yang diperlukan. Teknik pembuatan
benda-benda perunggu ada dua macam, yaitu dengan cetakan setangkup (bivalve)
dan cetak lilin (a cire perdue). Cetakan setangkup, yaitu cara menuangkan
dengan membuat cetakan dari batu. Teknik ini dilakukan untuk benda-benda yang
tidak mempunyai bagianbagianyang menonjol.
Hasil kebudayaan nya
1.
Kapak Genggam : berfungsi untuk menggali umbi, memotong dan menguliti binatang.
2.
Kapak Perimbas : berfungsi untuk merimbas kayu, memecahkan tulang, dan sebagai
senjata yang banyak ditemukan di Pacitan.
Maka Ralph Von Koeningswald
menyebutkan kebudayaan Pacitan. Dan pendukung kebudayaan Pacitan adalah jenis
Phitecantropus.
3.
Alat-alat dari tulang dan tanduk binatang : berfungsi sebagai alat penusuk,
pengorek dan tombak. Banyak ditemukan di ngandong. Pendukung kebudayaan ini
adalah Homo Wajakensis, dan Homo Soloensis.
1.
Alat Serpih (flakes) – terbuat dari batu bentuknya kecil, ada juga yang terbuat
dari batu induk (kalsedon) : berfungsi untuk mengiris daging atau memotong
umbi-umbian dan buah-buahan. Pendukung kebudayaan ini adalah Homo soloensis dan
Homo wajakensis.
2.
Kapak Sumatra (Pebble): Sejenis kapak genggam yang sudah digosok,
tetapi belum sampai halus. Terbuat dari batu kali yang dipecah atau dibelah.
3.
Kjokenmoddinger: Dari bahasa denmark yang artinya sampah dapur.
4.
Abris Sous Roche: Adalah tempat tinggal yang berwujud goa-goa dan
ceruk-ceruk di dalam batu karang untuk berlindung.
5.
Batu Pipisan: Terdiri dari batu penggiling dan landasannya. Berfungsi
untuk menggiling makanan, menghaluskan bahan makanan.
6.
Kapak Persegi: Adalah kapak yang penampang lintangnya berbentuk
persegi panjang atau trapesium. Ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Sebutan kapak persegi diberikan
oleh Von Heine Geldern.
7.
Kapak Lonjong: Adalah kapak yang penampangnya berbentuk lonjong memanjang.
Ditemukan di Irian, seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
8.
Kapak Bahu: Adalah kapak persegi namun pada tangkai diberi leher sehingga
menyerupai botol persegi. Kapak bahu hanya ditemukan di Minahasa, Sulawesi
Utara.
9. Menhir :
tugu batu yang didirikan sebagai pemujaan roh nenek moyang memperingati arwah
nenek moyang.dll.
0 comments:
Post a Comment